Kamis, 29 November 2007

Tolok Ukur dan Jumlah Orang Miskin

Kemiskinan juga dapat diukur dengan jumlah kalori yang dikonsumsi setiap orang- setiap hari. BPS menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.100/kapita/hari. Sedang Bank Dunia menggunakan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan sebesar 2.200/orang/hari.Kelemahan kalori sebagai tolok ukur kemiskinan adalah jumlah kalori yang sama dapat dihasilkan dari makanan yang berharga mahal dan dapat pula dihasilkan dari bahan yang sangat murah.Padahal kebutuhan hidup bukan hanya kebutuhan kalori, tetapi juga termasuk perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain-lain.Kalau sekedar untuk pendataan angka kemiskinana yang dikeluarkan Pemda selalu kecil. Tapi sebaliknya, kalau untuk program bantuan jumlah orang miskin menjadi sangat besar.Gambaran rinci tentang kegelapan masalah kemiskinan sulit untuk dapat seluruhnya diungkap ke permukaan. Sementara yang sempat terungkap adalah sebagian kecil dari suramnya kemiskinan serta kesulitan masyarakat dalam bertahan hidup. Waktu jaman penjajahan keadaan perekonomian jauh lebih buruk dari krisis ekonomi sekarang ini. Kondisi gambaran kemiskinan masyarakat perdesaan, jauh lebih parah dibanding dengan secuplik kehidupan masyarakat miskin perkotaan. Mereka hanya makan kenyang sekali atau dua kali sehari, selebihnya perut diganjal dengan umbi-umbian atau bahkan puasa.Segala jurus untuk mengatasi kemiskinan telah dikeluarkan, antara lain dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS), Kredit Usaha Tani (KUT), dan lain-lain. Tetapi sayangnya sebagian besar (73 %) dana tersebut diselewengkan melenceng dari tujuannya sehingga tidak sampai pada sasaran.Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan membedakan golongan orang kaya dan kelompok orang miskin dengan tolok ukur pendapatan per kapita per hari atau jumlah kalori yang dikonsumsi setiap orang perharinya. Tepat pada garis kemiskinan itu sendiri, si kaya dan si miskin tidak dapat dibedakan. Tetapi apabila makin menjauhi garis kemiskinan, jurang perbedaan si kaya dan si miskin makin lebar.Seiring dengan perubahan harga kebutuhan hidup sehari-hari dan perubahan tingkat hidup masyarakat, maka garis kemiskinan juga ikut berubah dan cenderung terus meningkat.Garis kemiskinan juga berbeda antara kota dan desa, desa dengan desa lain, negara dan negara, tergantung dari tolak ukur yang digunakan.Indonesia menggunakan tolok ukur kemiskinan dengan Upah Minimum Regional (UMR). Bulan Juli 2000 UMR di Jakarta naik dari Rp. 286.000,- menjadi Rp. 344.287,- per Kepala Keluarga per bulan atau Rp. 2.650,-per kapita per hari (l KK= 4,3 jiwa). Apalah artinya pendapatan Rp. 2.650,- /orang/hari untuk hidup di Jakarta. Jelas tidak akan mencukupi.Tolak Ukur Kemiskinan

Pada dasarnya, tolok ukur kemiskinan adalah pendapatan untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) berupa makan, sandang, rumah, kesehatan, pendidikan, tranportasi dan lain-lain. Siapa yang maksimal hanya mampu memenuhi KHM digolongkan orang miskin dan sebaliknya.Diperhitungkan dari harga dan biaya kebutuhan hidup sehari - hari dan menurut "Warta Perdesaan" edisi Nopember 2000, KHM di Jakarta adalah Rp. 1.625.000,-/ KK/bulan. Upah sebesar itu jelas tidak akan dapat dibayarkan oleh pengusaha maupun pemerintah. Suata hal yang dilematis, dibayarkan perusahaan dan pemerintah akan bangkrut. Tidak dibayarkan, karyawan akanhidup dibawah garis kemiskinan. Terjadilah tawar-menawar antara Serikat Pekerja - Pemerintah dan Pengusaha untuk menentukan Upah Minimum Regional. Di Indonesia tersedia calon pencari kerja yang jumlahnya jutaan, maka UMR betul-betul minim. Di Jakarta, bulan Juli 2000 telah dinaikkan menjadi RP 344.287/KK/bulan atau kira-kira 1/5 dari KHM.Penggunnan tolok ukur kemiskinan dengan menggunakan UMR semakin rancu dengan adanya pesan politik gengsi dan lain-lain. Pemda merasa malu apabila di daerahnya terdapat orang miskin dalam jumlah besar. Ini berarti pembangunan di daeraha tersebut kurang berhasil. Tetapi kalau data kemiskinan untuk tujuan bantuan kemiskinan, maka Pemda berani meningkatkan data jumlah orang miskin itu, aneh memang.Badan Pusat Statistik(BPS)
BPS menggunakan UMR sebagai tolok ukur kemiskinan, dimulai tahun 1976 dengan UMR Rp. 4.522,-/KK/bulan buat orang kota dan Rp. 2.899/KIC/bulan untuk orang desa. Sejalan dengan kenaikan harga kebutuhan hidup sehari-hari, maka UMR ikut naik dan pada tahun 1998 UMR menjadi Rp. 52.470,-/KK/bulan bagi orang kota dan Rp. 41.588/KK/bulan untuk orang desa. Terakbir, DKI Jakarta pada bulan Juli 2000 menaikkan UMR menjadi Rp.344.287/KK/bulan atau Rp.2.650,-/kapita/ hari dan dengan UMR ini, berarti orang hanya bisa makan kenyang sekali dalam sehari.Dengan UMR sebagai tolok ukur kemiskinan, maka data jumlah orang miskin lebih kocil dari kenyataan dan kalau UMR dinaikkan sedikit saja, misalnya menjadi Rp. 3.650,-/orang/hari, maka jumlah orang miskin meningkat secara tajam.Bank Dunia
Tabun 1990 Bank Dunia menggunakan tolok ukur kemiskinan yaitu pendapatan $1 /orang/hari dan tahun 2000 ini mungkin naik menjadi $ 2 / kapita/hari. Dengan kurs $ 1 = Rp. 8.500,- maka UMR Bank Dunia menjadi Rp. 2.193.000,-/KK/bulan.Terlihat bahwa tolok ukur Bank Dunia ini lebih cocok sebagai indikator kesejahteraan bagi keluarga yang hidup di Jakarta. Kalau tolok ukur Bank Dunia diterapkan di Indonesia, jumlah orang miskin akan menjadi lebih dari 150 juta jiwa, termasuk PNS kecuali kelompok Direktur ke atas.Jumlah Penduduk Miskin
Data jumlah penduduk orang miskin, yang seharusnya hanya satu tetapi dalam keseharian bisa bermacam-macam tergantung dari kriteria uluran yang digunakan, pesan politik, gengsi dan lain-lain. Data jumlah orang miskin BPS dengan tolok ukur UMR, jelas berbeda dengan Bank Dunia yang menggunakan pendapatan $ 2 /orang/hari dan berbeda pula dengan data jumlah penduduk dari data Pemerintah Daerah.Jumlah Penduduk Miskin 1976-2000
Jumlah penduduk miskin tahun 1976 menurut data BPS adalah 54,2 juta jiwa dan dengan perekonomian yang membaik jumlah orang miskin berkurang menjadi 21,5 juta jiwa pada tahun 1996.Krisis ekonomi yang terjadi mulai tabun 1997, mengakibatkan jumlah orang miskin naik drastis menjadi 79,4 juta jiwa, terdiri dari 21,6 juta jiwa penduduk kota dan 56,8 juta iwa penduduk desa.Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan sampai sekarang tentu akan menambah jumlah penduduk miskin. Diperkirakan di awal tahun 2000 dengan tolok ukur UMR dari BPS ini jumlah orang miskin sudah mencapai 95,8 juta jiwa. Suatu jumlah yang wah... untuk sebuah negara yang disebut "jambrut katulistiwa" iniJumlah Penduduk Miskin 1976-2000

Besar jumlah penduduk miskin, terbanyak di perdesaan sangat memprihatinkan. Anak keluarga miskin terus bertambah, mereka kurang gizi dan kurang pendidikan. Lahirlah generasi bodoh dan lemah karena kesehatan kurang mendukung. Bangsa kita akan semakin jauh tertinggal dari negara - negara lain yang juga dilanda krisis tetapi segera dapat mengatasinya. Ada sebuah pepatah yang mengatakan " Anak ayam mati di lumbung padi" mudah-mudahan saja kata-kata ini tidak cocok untuk anekdot di negeri sesubur Indonesia ini.

Tidak ada komentar: